Pentingnya Sirah Nabawiyah untuk Memahami Islam

Pentingnya Sirah Nabawiyah untuk Memahami Islam

Bagian Pertama:

Muqoddimah

Pentingnya Sirah Nabawiyah untuk Memahami Islam
Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah bukan sekedar untuk mengetahui
peristiwa-peristiwa sejarah yang mengungkapkan kisah-kisah dan kasus yang
menarik. Karena itu, tidak sepatutnya kita menganggap kajian fikih Sirah
Nabawiyah termasuk sejarah, sebagaimana kajian tentang sejarah hidup salah
seorang Khalifah, atau sesuatu periode sejarah yang telah silam.

Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah adalah agar setiap Muslim memperoleh
gambaran tentang hakekat Islam secara paripurna, yang tercermin di dalam
kehiduapn Nabi Muhammad saw, sesudah ia dipahami secara konseptional sebagai
prinsip, kaidah dan hukum. Kajian Sirah Nabawiyah hanya merupakan upaya
aplikatif yang bertujuan memperjelas hakekat Islam secara utuh dalam
keteledanannya yang tertinggi, Muhammad saw.

Bila kita rinci, maka dapat dibatasi dalam beberapa sasaran berikut ini :
1. Memahami pribadi kenabisan Rasulullah saw melalui celah-celah
kehidupan dan kondisi-kondisi yang pernah dihadapinya, utnuk menegaskan bahwa
Rasulullah saw bukan hanya seorang yang terkenal genial di antara kaumnya ,
tetapi sebelum itu beliau adalah seorang Rasul yang didukung oleh Allah dengan
wahyu dan taufiq dari-Nya.
2. Agar manusia menndapatkan gambaran al-Matsatl al A’la menyangkut
seluruh aspek kehidupan yang utama untuk dijadikan undang-undang dan pedoman
kehidupannya. Tidak diragukan lagi betapapun manusia mencari matsal a’la ( tipe
ideal ) mengenai salah satu aspek kehidupan , dia pasti akan mendapatkan di
dala kehiduapn Rasulullah saw secara jelas dan sempurna. Karena itu, Allah
menjadikannya qudwah bagi seluruh manusia. Firman Allah: „Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu …“ (QS Al-Ahzab
: 21)
3. Agar manusia mendapatkan, dalam mengkaji Sirah Rasulullah ini sesuatu
yang dapat membawanya untuk memahami kitab Allah dan semangat tujuannya. Sebab,
banyak ayat-ayat al-Quran yang baru bisa ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya
melalui peristiwa-peristiwa ynag pernah dihadapi Rasulullah saw dan
disikapinya.
4. Melalui kajian Sirah Rasulullah saw ini seorang Muslim dapat
mengumpulkan sekian banyak tsaqofah dan pengetahuan Islam yang benar, baik
menyangkut aqidah, hukum ataupun akhlak. Sebab tak diragukan lagi bahwa
kehiduapn Rasulullah saw merupakan gambaran yang konkret dari sejumlah prinsip
dan hukum Islam
5. Agar setiap pembina dan da’i Islam memiliki contoh hidup menyangkut
cara-cara pembinaan dan dakwah. Adalah Rasulullah saw seorang da’i pemberi
nasehat dan pembina yang baik, yang tidak segan-segan mencari cara-cara
pembinaan yang pendidikan terbaik selama beberapa periode dakwahnya.

Di antara hal itu terpenting yang menjadikan Sirah Rasulullah saw cukup
untuk memenuhi semua sasaran ini adalah bawah seluruh kehidupan beliau mencakup
seluruh aspek sosial dan kemanusiaan yang ada pada manusia, baik sebagai
pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat yang aktif.

Kehidupan Rasulullah saw memberikan kepada kita contoh-contoh mulia, baik
sebagai pemuda Islam yang lurus perilakunya dan terpercaya di antara kaum dan
juga kerabatnya, ataupun sebagai da’i kepada Allah dengan hikmah dan nasehat
yang baik, yang mengerahkan segala kemampuan utnuk menyampaikan risalahnya.
Juga sebagai kepala negara yang mengatur segala urusan dengan cerdas dan
bijaksana, sebagai suami teladan dan seorang ayah yang penuh kasih sayang,
sebagai panglima perang yang mahir, sebagai negarawan ynag pandai dan jujur,
dan sebagai Muslim secara keseluruhan (kaffah) yang dapat melakukan secara
imbang antara kewajiban beribadah kepada Allah dan bergaul dengan keluarga dan
sahabatnya dengan baik

Maka kajian Sirah Nabawiyah tidak lain hanya menampakkan aspek-aspek
kemanusiaan ini secara keseluruhan yang tercermin dalam suri tauladan yang
paling sempurna dan terbaik.

Sumber-sumber Sirah Nabawiyah
Secara umum dapat disebutkan di sini bahwa sumber-sumber dan rujukan
Sirah Nabawiyah ada tiga, yaitu : Kitab Allah, Sunnah Nabawiyah yang shahih,
dan kitab-kitab Sirah.

Pertama : Kitab Allah

Kitab Allah merupakan rujukan pertama untuk memahami sifat-sifat umum
Rasulullah saw dan mengenal tahapan-tahapan umum dari Sirahnya ynag mulia ini.
Ia mengemukakan Sirah Nabawiyah dengen menggunakan salah saru dari dua uslub :
n Pertama : mengemukakan sebagian kejadian dari kehidupan dan
Sirahnya. Seperti ayat-ayat yang menjelaskan tentang perang Badar, Uhud,
Khandaq, dan Hunain, serta ayat-ayat yang mengisahkan perkawinan dengan Zainab
binti Jahsyi.
n Kedua : mengomentari kasus-kasus dan peristiwa-peristiwa yang
terjadi untuk menjawab masalah-masalah ynag timbul atau mengungkapkan masalah
yang belum jelas, atau untuk menarik perhatian kaum Muslim kepada pelajaran dan
nasehat yang terkandung di dalamnya. Semua itu berkaitan dengan salah satu
aspek dari Sirahnya atau permasalahnya. Dengan demikian telah menjelaskan
banyak hal mulia dari kehidupan berbagai perkara serta perbuatannya.

Tetapi pembicaraan al-Quran tentang kesemuanya itu hanya disampaikan
secara terputus-putus. Betapapun beragamnya uslub al-Quran dalam menjelaskan
seri Sirahnya tetapi tidak lebih hanya sekadar penjelasan secara umum dan
penyakinan secara global dan sekilas tentang beberapa peristiwa dan berita.
Demikianlah cara al-Quran dalam menyajikan setiap kisah para Nabi dan
ummat-ummat terdahulu.

Kedua : Sunnah nabawiyah yang shahih

Yakni apa yang terkandung di dalam kitab-kitab para imam hadits yang
terkenal jujur dan amanah. Seperti kitab-kitab enam, Muwaththa’ Imam Malik, dan
Musnad Imam Ahmad. Sumber kedua ini lebih luas dan lebih rinci. Hanya saja
belum tersusun secara urut dan sistematis dalam memberikan gambaran kehidupan
Rasulullah saw sejak lahir hingga wafat. Hal ini disebabkan oleh dua hal :
n Pertama : Sebagian besar kitab-kitab ini disusun hadits-haditsnya
berdasarkan bab-bab fikih atau sesuai dengan satuan pembahasan yang berkaitan
dengan syari’at Islam. Oleh karena itu hadits-hadits yang berkaitan dengan
Sirahnya yang menjelaskan bagian dari kehidupannya terdapat pada berbagai
tempat diantara semua bab yang ada.
n Kedua : Para Imam hadits, khususnya penghimpun al Kutub as-Sittah ,
ketika mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah saw tidak mencatat riwayat
Sirahnya seara terpisah , tetapi hanya mencatat dalil-dalil syari’ah secara
umum ynag diperlukan.

Di antara keistimewaan sumber kedua ini ialah bahwa sebagian besar isinya
diriwayatkan dengan sanad shahih yang bersambung kepada Rasulullah saw, atau
kepada para sahabat yang merupakan sumber khabar manqul, kendatipun Anda
temukan pula beberapa riwayat dha’if yang tidak bisa dijadikan hujjah.

Ketiga : Kitab-kitab Sirah

Kajian-kajian Sirah di masa lalu diambil dari riwayat-riwayat pada masa
sahabat yang disampaikan secara turun-temurun tanpa ada yang memperhatikan
untuk menyusun atau meghimpunnya dalam suatu kitab, kendatipun sudah ada
beberapa orang yang memperhatikan secara khusus Sirah Nabi saw dengan
rincian-rinciannya.

Baru pada generasi Tabi’in Sirah Rasulullah saw diterima dengan penuh
perhatian dengan banyaknya di antara mereka yang mulai menyusun data tentang
Sirah Nabawiyah yang didapatkan dari lembaran-lembaran kertas. Di antara mereka
ialah : Urwah bin Zubeir yang meinggal pada tahun 92 Hijriyah , Aban bin Utsman
(105), Syurahbil bin Sa’d (123), Wahab bin Munabbih (110) dan Ibnu Syaihab
az-Zuhri ( wafat tahun 124 H ).

Akan tetapi semua yang pernah mereka tulis sudah lenyap, tidak ada yang
tersisa kecuali beberapa bagian yang sempat diriwayatkan oleh Imam ath-Thabari.
Ada yang mengatakan bahwa sebagian tulisan Wahab bin Munabbih sampai sekarang
masih tersimpan di Heidelberg, Jerman.

Kemudian muncul generasi penyusun Sirah berikutnya . Tokoh generasi ini
ialah Muhammad Ishaq (152). Lalu disusul oleh generasi sesudahnya dengan
tokohnya al-Waqidi (203) dan Muhammad bin Sa’d, penyusun kitab ath-Thabari
al-Kubra (130)

Para Ulama sepakat, bahwa apa yang ditulis oleh Muhammad bin Ishaq
merupakan data yang paling terpercaya tentang Sirah Nabawiyah (pada masa itu)
Tetapi sangat disayangkan bahwa kitabnya al-Maghazzi termasuk kitab yang musnah
pada masa itu.

Tetapi al-Hamdu li’Ilah , sesudah Muhammad bin Ishaq muncul Abu Muhammad
Adul Malik yang terkenal dengan Abi Hisyam. Ia meriwayatkan Sirah tersebut
dengan berbagai penyempurnaan, setelah abad sesudah penyusun kitab Ibnu Ushaq
tersebut.

Kitab Sirah Nabawiyah yang dinisbatkan kepada Ibu Hisyam yang sekarang
ini hanya merupakan duplikat dari Maghazzinya Ibnu Ishaq.

Ibnu Khalikan berkata :Ibnu Hisyam adalah orang yang menghimpun Sirah
Rasulullah saw dari al-Maghazzi dan as-Siyar karangan Ibnu Ishaq. Ia telah
menyempurnakan dan meringkasnya. Kitab inilah yang ada sekarang dan yang
terkenal dengan Sirah Ibnu Hisyam.

Selanjutnya, lahirlah kitab-kitab Sirah Nabawiyah. Sebagiannya menyajikan
secara menyeluruh, tetapi ada pula yang memperhatikan segi-segi tertentu,
seperti al-Asfahani di dalam kitabnya Dala’il an nubuwwah, Tirmidzi di dalam
kitabnya Asy-Syama’il dan ibnu Qayyim al-Jauziyah di dalam kitabnya Zad
al-Ma’ad.